Rabu, 31 Maret 2010

Dia

Setiap kali aku menutup mata, rasanya seperti ada sebilah pedang yang menusuk dan mengoyak-ngoyak hatiku, kembali ku ingat-ingat semua memori tentangnya. Dia yang tak pernah hilang dari sini, dari hatiku yang tetap menyayanginya walau dia tak pernah tau sedikitpun perasaanku kepadanya.

Dia lelaki yang ku cintai setelah ayahku. Dia yang tak ku sebut namanya di sini. Lelaki yang menempati tempat terindah di hidupku, lelaki yang tak pernah lenyap dari ingatanku. Sedikitpun aku tak dapat melupakannya. Dia lelaki yang amat dewasa, penyayang dan penuh dengan kelembutan. Aku selalu merasa nyaman setiap berada di dekatnya. Akankah dia selalu menempati tempat terindah dalam hidupku?

Sekuat tenagaku, aku mencoba untuk menyembunyikan perasaan ini darinya. Bahkan dari semua orang. Entah kenapa aku tak mau jika ia tau tentang perasaanku yang begitu dalam padanya walaupun kini aku sedang menjalin hubungan dengan orang lain, karena aku tak mau jika ia menjauh dariku. Mungkin dalam benakmu aku ini munafik. Tidak! aku tidak munafik. Aku hanya mencoba untuk menerima keadaan yang ada saat ini.

Dia memiliki orang yang sangat di cintainya. Namun aku? Dulu aku hanyalah seorang wanita bodoh yang hanya dapat menanti dirinya tanpa kepastian. Pernah terbesit dalam benakku, apakah aku dapat melupakannya dengan aku menjalin hubungan dengan orang lain dan belajar untuk perlahan melepaskan dan melupakan semua memori tentangnya.

Hm, ternyata semua dugaanku hanya bersifat sementara, 6 bulan aku menjalin hubungan dengan orang lain dan mencoba untuk melupakannya. Namun apa? Semua nihil, walaupun aku bersama orang lain tetap saja pikiran dan perasaanku merindukannya. Semakin kuat aku melupakannya semakin kuat pula bayangnya melekat dalam pikiranku. Kembali aku menyayanginya. Ahh, perasaan apa ini?

* * *

Aku selalu mencoba untuk ada di dekatnya ketika ia sedih, saat ia terpuruk, aku selalu berusaha membantu dia dalam masalah apapun, bahkan ketika ia sedang bermasalah dengan kekasih hatinya. Ya, aku mencoba untuk tegar berada di sisinya menopang dirinya ketika ia rapuh walaupun aku harus jatuh terpuruk menopang semua cerita yang membuat hatiku tercabik-cabik.

Mungkin aku hanya dianggap sebagai sahabat atau pendengar yang baik tanpa dia tau kenapa aku selalu mencoba untuk dekat dengannya, mencoba mengikuti gaya hidupnya, dan mencoba untuk mengerti kehidupannya. Sungguh aku melakukan ini semua tulus, tulus karena aku menyayanginya.

* * *

Tanpa sadar kami telah berbagi tawa-canda dan suka-duka bersama. 4 tahun, 4 tahun sudah aku menyimpan semua ini sendiri. Dan 4 tahun sudah perasaan itu bersemayam di dalam batinku, berjuta-juta rasa telah ku cicipi saat ku berada di dekatnya. Entah apa yang aku rasakan, apa aku harus sedih ketika aku berada di sisinya atau apakah aku harus bahagia ketika ia bercerita tentang kekasih hatinya? Entah perasaan apa lagi yang harus aku rasakan.

* * *

Malam itu, aku mencoba untuk menemuinya namun ia tidak berada di rumahnya, kemana dia? Ku tinggalkan selembar kertas bertuliskan “aku tunggu di taman besok jam 14.30. Penting!” apa dia akan membaca pesanku? Apakah dia akan datang? Sudahlah, aku tunggu saja besok.

Yaa. Hari ini tiba. Sejujurnya aku ingin membuat pengakuan basar kepadanya, pengakuan atas segala yang telah ku rasakan selama ini. Pukul 14.00 aku sudah berada di taman. Namun, sekarang sudah pukul 15.30 dia belum datang, Kemana dia? Apa dia tidak membaca pesanku? Atau lupa? Aku tetap menunggu lagi, pukul 16.30 dia tidak datang juga, ku putuskan jika pukul 17.00 dia belum datang, maka ku hurungkan niat ku Ini. Tapi tidak, yaa dia datang! Akhirnya dia datang.

“Ahh tidak, kenapa tiba-tiba perasaanku membeku? Sepertinya aku kecewa, tapi apa yang harus aku kecewakan? Atau aku takut? Lidahku seakan-akan terkunci tidak dapat berkata sedikitpun, kenapa aku?” aku terus bertanya-tanya dalam hati seperti orang bodoh. Aaah, kenapa aku ini.

Dia berlari kearahku sambil berkata,
“maaf aku terlambat, tadi aku dari rumahnya…”
belum selesai dia bicara sudah ku potong karena aku sudah tau jawabannya.

“ya, aku tau tapi kamu terlambat 2 jam.”

“iya iya maaf, ada apa? Ada masalah apa? Kayanya penting banget?”

Aku terdiam, jujur aku tak kuasa menahan tetes air mata, aku tak bisa mengatakan hal ini sekarang, aku tidak sanggup!

“kenapa diem? Masih marah ya? Kan aku udah minta maaf.” Dia terus bertanya.

“ngga kok, aku ngga marah.”

“terus kenapa diem?”

“aku lagi suntuk, banyak masalah. Besok bisa temenin aku pergi ke Anyer ga?” aku terus mencari-cari alasan untuk menutupi semua yang ingin aku ceritakan, konon katanya dia bisa membaca gerak-gerik seseorang apalagi dari sorot matanya.

“haduh, besok ya? Aku udah ada janji sama dia, gimana dong?”

“ohh, yaudah ga usah makasih.” Aku bingung, apa aku harus sedih atau senang.

“hem, jangan marah dooong! Oke gimana kalo lusa? Lusa aja kita berangkatnya, ya ya ya!

“hm, yaudah deh.”

“hehe senyum dong!”

“iyaa.” Sambil tersenyum aku merasa senang dia bisa meluangkan waktunya untukku, dan aku bisa menunda penjelasanku ini hingga lusa.
“nah, gitu dong senyum.”

* * *

Aku termenung di pinggir pantai, menatap birunya air laut yang membantang. Dia berjalan menghampiriku, duduk rapih tepat disampingku.

“indah ya lautnya!” dia mencoba memulai percakapan.

“iya, seindah apa yang sedang aku rasakan namun segusar semua yang ada dipikiranku.”

“oya, katanya kamu lagi ada masalah, sampai sekarang kamu belum cerita, memangnya ada apa?”

Jantungku berdegup kencang, cepat, lebih cepat dari seorang nenek yang terkena serangan jantung. Apa aku harus menceritakan semua ini ?
Perlahan aku menunduk, meneteskan air mata yang tak dapat ku tahan lagi. Dia merangkulku. Tuhan!! Perasaan apa lagi ini? Dia merangkulku, begitu hangat saat barada di dekapannya. Jika aku boleh meminta satu permintaan, aku ingin saat ini juga waktu berhenti berputar. Aku ingin selalu berada di dekapannya, merasakan ketentraman dalam batinku dan aku ingin tetap merasakan kasih sayangnya.

“Menagislah sepuas yang kamu mau, biar ga ada beban lagi di hatimu!”

Aku terus mendesah, meneteskan air mata yang tek tertahan. Ya! Kini aku bahagia bisa merasakan dekapannya walau hanya sekejap.

“udah nangisnya? Sekarang kamu bisa cerita apapun yang lagi kamu pikirin. Selama ini kan kamu selalu ada disaat aku sedih dan sekarang aku mau membalas semua kebaikan kamu. Kita kan teman.”

Bagai sangkur yang sedang mencabik-cabik jantungku. Apa? Dia hanya menganggapku sebagai teman. Aku menghela nafasku secara teratur, aku berdiri menegakkan kepala dan berteriak, berteriak sekuat tenagaku, mengeluarkan semua beban di hidupku, menghilangkan semua masalah yang ku hadapi, walaupun tidak semua keluar dari jiwaku, aku tetap bahagia sempat merasakan hangat dekapannya.

Aku pun mulai berkata,

“heey, pulang yuk! Udah sore nanti kemalaman di jalan.”

“loh, yakin mau pulang? Tapi kamu kan belum cerita? Emang udah lega?”

“hehe, kamu udah mau nemenin aku kesini aja udah cukup kok.” Aku hanya tersenyum dan menarik tangannya untuk bergegas pulang.

Ya! Dia, dia yang selalu ada di dalam hatiku bahkan di hidupku. Semua kenangan-kenangan bersamanya menyatu dalam setiap desir darahku.
Akankah dia selalu menempati tempat terindah dalam hidupku? Dan jawabannya “Ya!” Dia akan selalu ada di sini, di hatiku yang selalu menyayanginya walaupun dia tak pernah tau sedikitpun perasaanku kepadanya.



(Usai hujan, Senin 29 Maret 2010)
Dina Ruhaniah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar