
“Ka, thank you yaa udah mau nganterin gue sampai rumah.” Seru ku.
“Iya, sama-sama. Ya udah, masuk rumah gih udah malem nanti lo diomelin lagi. Ntar gue telepon yaa.” Balasnya.
“Oke, hati-hati di jalan yaa!”
“Sip, gue balik yaa.”
Bastian, yaa dia yang selalu ku panggil kak Bastian. Dia adalah kakak senior ku yang ku kenal melalui kegiatan ekstrakulikuler pramuka di SMP yang selalu ku kagumi. Bukan karena ketampanannya, tetapi karena kebaikan dan kepribadiannya. Cara berfikirnya pun sangat dewasa. Aku sangat menyukainya. Sungguh aku suka padanya.
Tidak hanya sekedar suka, namun aku bingung, perasaan apa ini? Hingga aku beranjak SMA pun aku tetap menyukainya. Seakan-akan tak ada lagi laki-laki di dunia ini. Selama ini dia yang selalu menemani malam-malam ku. Menasihati ku ketika aku sedang bimbang, memberi jalan keluar ketika aku sedang bermasalah. Dan selalu membuat ku tertawa ketika aku sedih. Namun, dialah penyebab ku menagis ketika aku sedang berada di sisinya.
Aku ingat ketika pertama kali aku mengenalnya di SMP, dia kakak senior 3 tahun diatasku, yaa ketika itu aku sedang duduk di bangku kelas 3 SMP, dan dia kelas 3 SMA. Ketika ada waktu luang dia selalu berkungjung ke sekolah kami. Terkadang suka melatih atau memberi motivasi. Entah mengapa ada sesuatu yang berbeda dari dirinya dibandingkan dengan kakak-kakak senior yang lain. Karismanya sangat mempesona, sungguh amat mempesona.
Entah apa yang membuat hubungan kami menjadi lebih dekat. Entah dari mana dia mendapat nomor handphone ku. Aku ingat, malam itu dia mengirimkan pesan hanya sekedar basa basi. Karena aku tak tahu itu nomor siapa jadi tidak ku balas pesannya hingga satu minggu. Setelah aku sadar kalau ada pesan yang belum ku balas, malam itu juga aku membalas pesannya dan aku menanyakan siapa pemilik nomor tersebut.
“maaf, baru bisa membalas pesanmu. Ini nmr siapa ya? Tdk ada di daftar kontak telefon ku.”
Tidak lama kemudian ada balasan darinya.
“lagi apa lo kin? Ini gue Bastian.”
“oh, sory kak baru bls pesannya, gue ga tau kalo itu nmr lo. Hehe”
kemudian percakapan singkat kami berlanjut dengan obrolan yang amat panjang. Memang dia orang yang paling enak untuk diajak ngobrol, bertukar pikiran dan sebagainya. Sejujurnya saat itu aku belum benar-benar menyukainya, mengenalnya saja hanya sedikit. Akhirnya semakin lama kami berbincang, perlahan-lahan aku mengenali dirinya. Hingga dia mau membuka kehidupannya untukku.
Mungkin dia mengira aku adalah junior yang bisa diajak untuk menyimpan rahasia, yaa rahasia tentang kegiatan ekstrakulikuler tentunya, dan aku terpilih menjadi orang yang dapat di percaya oleh kakak-kakak senior yang lain. Aku tidak keberatan menerima semua hal itu. Aku pun bisa menyesuaikan diri dengan cara bergaul mereka.
Suatu ketika aku semakin terkejut dengan perasaan yang kudapati selama ini. Awalnya ku kira aku hanya sekedar simpatik padanya, tetapi ternyata tidak. Setiap aku berada didekatnya aku selalu merasa nyaman berbeda dengan yang lain. Dan apabila satu hari saja dia tidak menghubungiku baik melalui telepon atau pesan singkat aku selalu tidak tenang dan berusaha mencari kabar tentangnya. Dengan hati-hati tentunya, karena aku tak mau ada satu orang pun yang mengetahui tentang apa yang aku rasakan saat ini kepadanya.
* * *
Siang itu aku sedang mengobrol dengan seseorang wanita melalui media internet. Dia yang ku kenal dengan nama Niwi, ternyata juga kakak seniorku yang tinggal di Solo. Entah apa yang membuatku dekat dengannya dan kami selalu melakukan rutinitas yang hampir sama yang membuat kami selalu cocok untuk mengisi waktu luang dengan mengobrol. Karena tak punya cukup waktu untuk mengobrol melalui media internet, jadi kami memutuskan untuk saling memberi tahu nomor telepon yang dapat dihubungi agar bisa melanjutkan percakapan yang tertunda.
* * *
Pekan ini adalah pekan penentuan kelulusan untuk siswa SMA, ya seperti rutinitas biasanya, aku selalu menghubungi kak bastian dan memberikan semangat untuknya sebelum menempuh ujian akhir. Dan selalu meminta sarannya agar aku tidak gugup ketika menghadapi ujian kelulusan tingkat SMP pada minggu yang akan datang. Aku rasa dia senang ketika kami saling memberi semangat, tapi kami mempunyai cara yang berbeda. Malam itu, malam sebelum ujian tingkat SMA dilaksanakan. Dia yang memulai menghubungiku dengan mengirim sebuah pesan.
“hey Kina, bsk gue ujian nih. Doain yaa!”
“haha, hayolooooh ujian bsk, udh belajar blm lo kak?” aku membalas
“yaaah, belajar mah gampang mnt doanya aja. Oke!”
“emg lo yakin lulus? Hayo lulus ga lo kak?”
“haha sial lo, yaa gue yakin laah pasti lulus. Kalau gue ga lulus SMA mau jd apa gue? Ckck.”
“emang lo yakin tanpa belajar bs nyelesain semua ujiannya? gue bertaruh kalau lo ga belajar lo pst bingung ngerajainnya.”
“haha, ayo! Kita lihat bsk ya!”
“heeem, OK! Gmpng itumah.”
“haha, lo ga belajar Kin ?”
“ini gue lg belajar sambil SMS-an sama lo. Hueheheh”
“laah, belajar sambil SMS-an mana msk dodol!”
“laah, buktinya sekarang lo jg lg SMS-an kan? Siapa dong yg dodol?”
“aaah, hahaha iyaa yaa.”
Walaupun sehari-harinya percakapan kami hanya seperti itu, tetapi jujur aku amat sangat senang bisa berbincang-bincang dengannya. Hingga aku bisa menjadi teman bicaranya yang baik. Dia percaya padaku untuk menyimpan berbagai rahasaianya. Sambil mendengar ceritanya, aku dapat mengetahui bagaimana kehidupannya, apa kesukaannya, dan apa yang paling dia benci.
Hingga pekan ujian SMP pun dimulai, yaa dia pun menyemangati ku dengan cara yang biasa kami lakukan. Aku senang dia ingat kepadaku. Dan alasan utama aku bersemangat saat ujian itu adalah dia. Aku melewati hari-hari ku dengan gembira, tak ada satupun yang membuatku bersedih. Dia meluapkan berjuta harapan untukku. Semua perbuatannya membuatku semakin mengaguminya. Apakah dia yang akan menjadi pacar pertamaku nanti? Heem, mungkin saja. Haha, aku selalu berharap. Tak ada salahnya kan kalau berharap.
* * *
sampai saat itu aku masih berkomunikasi dengan kak Niwi, yang sudah ku anggap sebagai kakak perempuanku sendiri. Aku senang bisa kenal dengan orang seperti dia. Dia baik, ramah, dan cepat akrab dengan orang lain. Suatu ketika, aku tak mengetahui rencanyanya untuk kembali ke Jakarta saat itu, karena dia tak memberi tahu ku sebelumnya. Mungkin ingin memberi kejutan atau memang dia lupa memberi tahu. Yaaah, tak masalah laah karena memang aku ingin sekali bertemu dengannya.
Aku ingat hari itu, tepatnya hari Jumat. Hari pertama pertemuan ku dengan kak Niwi di sekolah, ternyata dia lebih cantik dan lebih baik dari yang ku kenal. Aku terus berbincang-bincang dengannya memanfaatkan pertemuan kami yang tidak sengaja. Dan ternyata hari itu adalah hari reuni angkatan mereka. Dan pastinya diantara kerumunan orang-orang itu ada kak Bastian. Aku terus memandanginya tanpa henti tetapi tetap menjaga pandangan orang lain dari ku. Karena aku tetap tak mau ada seorang pun yang tau tentang perasaanku ini.
Hari-hari pun berlalu, ternyata kak Niwi akan menetap di Jakarta dengan alasan ingin melanjutkan kuliah disini. Sementara itu, hari-hari pengumuman kelulusan semakin mendekat. Yaa, hari ini adalah pengumuman kelulusan untuk tingkat SMP, karena satu minggu yang lalu adalah pengumuman kelulusan tingkat SMA. Aku tak dapat menahan kecemasan ku, aku sangat gusar saat itu. Ingin mencari suatu hiburan yang dapat mengalihkan perhatianku dari pengumuman menakutkan sedunia itu, tapi tak ada yang bisa membuatku berpaling. Ternyata aku salah, tiba-tiba telephone selularku berdering menunjukkan satu pesan masuk. Lalu ku buka pesannya ternyata orang yang ku tunggu-tunggu, yaa siapa lagi kalau bukan kak Bastian.
“Kin, gmn pengumumannya? Lulus ga?”
dengan cekatan aku pun membalas pesannya.
“aduh, blm tau nih ka, lo sih enak udh lulus. Lah gue msh dag dig dug.” Balas ku.
“haha, yang sabar aja yaa. Gue yakin lo pst lulus ko. Kalau lo ga lulus yaa paling juga ketemu sama gue lagi kan gue jd pelatih tetap sekarang. Hohoho”
“hah, iya apa? Hebat dong! Hehe, ih ogah amat gue ketemu lo mulu setiap hari. Bosaaaaan. Hahaha” (sebenarnya sih gak akan bosan mau ketemu setiap detik pun, malah ini yang aku inginkan)
Satu jam kemudian, aku dinyatakan lulus SMP dengan nilai tertinggi di sekolah. Aku langsung mengabarkan berita gembira ini kepada semua orang yang dekat denganku termasuk kak Bastian dan kak Niwi.
* * *
Hari-hari pun berlalu, aku masih menjadi pengangguran sekarang, SMP sudah lulus tetapi aku belum menjadi murid SMA. Yang pastinya aku sudah bertambah dewasa sekarang. Hehehe. Entah mengapa aku semakin menyayangi kak Bastian, dia yang membuatku rela menunggu sms atau telefonnya setiap malam hingga aku berusaha untuk tetap terjaga setiap malam. Dan berusaha untuk melakukan apa yang dia minta.
Sore itu, aku menerima sebuah pesan dari kak Bastian.
“Kin, lagi dimana? Lo disuruh ke sekolah sama Pembina buat bantuin ngelatih nih. Cepet kesini ya! Ditunggu loh.”
Karena dia yang meminta ku untuk datang maka secepat kilat aku menuju sekolah SMP ku. Ternyata disana tak hanya ada dia, beberapa kakak senior yang ku kenal ada disana termasuk kak Niwi. Awalnya aku sangat senang bisa bertemu lagi dengan dia, tapi ternyata hari itu adalah hari terburuk dalam kehidupanku. Ya, hari itu aku baru mengetahui bahwa kak Niwi adalah mantan kekasih kak Bastian di SMP, dan kabarnya sampai sekarang mereka berdua masih saling menyimpan rasa sayang.
Setelah mendengar berita itu, raut wajahku berubah menjadi tak jelas mencoba tersenyum karena yang lain tertawa, dan sedih mendengar apa yang ku dengar saat itu. Malam sudah turun, aku pun bergegas pulang karena tak mau pulang dimarahi ibuku yang super protektif jika anak perempuan satu-satunya pulang larut malam.
Berhari-hari setelah kejadian itu, aku jadi jarang menghubungi kak Bastian. Terkadang malah aku tidak membalas pesannya. Tapi lama-lama aku sadar kalau perbuatan ku ini akan membuat dia curiga pada ku. Karena aku tak mau dia mengetahui semuanya. Aku kembali lagi menjadi Kina yang dulu, yang selalu ceria.
* * *
Hari-hari, ku lalui dengan sewajarnya hingga sekarang aku resmi menjadi siswa SMA, dan tetap setia mengunjungi sekolah SMP ku untuk sekedar membantu melatih junior-juniorku. Sebenarnya alasan terkuat ku untuk tetap mengunjungi sekoah SMP ku adalah ingin tetap bertemu dengan kak Bastian pujaan hatiku. Oooooh.
Semakin hari aku semakin dekat dengannya, hingga tidak ada satupun rahasia yang tak terbicarakan diantara kami kecuali bagaimana perasaanku kepadanya. Hingga dia pun berani mengaku kepadaku seberapa besar persaannya kepada kak Niwi saat ini. Yaa, hatiku miris sekali mendengar apa yang ia bicarakan malam itu di telephone selular. Ternyata dia masih sangat mencintai kak Niwi sekarang dengan alasan kak Niwi adalah cinta pertamanya. Hem, kalau sudah berbicara tentang cinta pertama sudah tak ada lagi yang dapat di sanggah.
“heem, gimana ya Kin? Emang dulu dia itu pacar pertama gue, sekligus cinta pertama gue”
“oh, gitu ya kak? So sweet deeeh.” Hanya itu yang dapat ku ucapkan ketika mendengar pengakuannya.
Sebenarnya aku sedih saat itu, tapi karna tak mau ketahuan, aku tetap menjaga intonasi suara ku. Terlebih lagi ketika aku mengetahui semuanya, saat itu aku mempunyai banyak waktu luang dan tidak tahu harus berbuat apa. Jadi aku memutuskan untuk bermain internet. Ternyata ada kak Niwi, yaa aku ngobrol saja dengannya melalui wab camera. Dengan sejuta rasa penasaranku dengan hubungan mereka saat ini aku mencoba untuk mengorek-ngorek mencari informasi tentang apa yang ia rasakan kepada kak Bastian. Dengan polos aku memulai pembicaraan.
“cie, kaka yang ketemu sama firstlove nya.”
“ahh, kamu de bisa aja. Eh, tau dari mana kamu kalau dia firstlove kaka?”
“haha, ada deeeeh tapi seneng kaan? Hayo ngaku!”
“heeem, kasih tau ga yaa? Hahaha”
“iiih, ayo dooong cerita gimana perasaan kaka ke dia! Ya ya ya ya .”
dan apa kau tau dia bercerita apa?
“hem, iya de. Jujur ya sebenarnya kaka masih sayang banget sama dia. Ga tau kenapa, yang ada di pikiran kaka cuma dia. Walaupun kaka udah pacaran sama orang lain tapi perasaan kaka cuma sama dia. Mungkin karena dia adalah firstlove kaka.”
Entah perasaan apa ini, aku seperti terjatuh dari gedung pencakar langit yang tingginya mencapai sepuluh ribu kaki. Hooooh mendengar hal itu aku tidak sanggup untuk terus mendengarkan cerita-critanya. Jadi ku putuskan untuk menyudahi obrolan saat itu.
“hehe, iyaa deh yang lagi bahagia banget. Oyaa ka aku harus off dulu nih. Maaf ga bisa nemenin lama-lama.”
“ooh, yaudah deh gak apa-apa. Trims yaa.”
“yop, sama-sama. Lanjut besok yaaa. Bye”
“Oke bye.”
Dan apakah kau tau? Dengan aku mengetahui perasaan mereka bukan berarti aku berhenti untuk menyukai kak Bastian, melainkan rasa sayangku semakin mendalam. Aku semakin tertantang untuk mengetahui kehidupan kak Bastian lebih dalam lagi. Yang aku tahu sekarang ini adalah, aku terlanjur mencintainya, entah sampai kapan aku harus seperti ini. Tapi sungguh mencintai seseorang adalah karunia dengan berjuta rasa yang berbeda.
* * *
Hari pertama aku memasuki dunia yang berbeda, dunia SMA. Awalnya aku canggung dan banyak bertemu dengan teman-teman baru yang tak pernah ku kenal sebelumnya walau ada beberapa yang sudah ku kenal. Aku ingat, kak Bastian pernah mengatakan sesuatu kepadaku tentang pergaulan. “jangan takut saat kau menemukan hal-hal yang baru terutama teman baru, karena semua yang baru akan membuat hidupmu lebih berarti. Tapi jangan lupa untuk menyeleksi hal-hal baru tersebut karena tidak semua hal-hal baru bersifat positif.” Kata-katanya begitu bijak membuat ku tak akan pernah melupakan semua perkataannya satu kata pun. Aku merasa seperti orang yang tak akan pernah tersesat karena aku mempunyai pedoman yang dapat menuntunku kemanapun aku akan pergi.
Masa-masa SMA ku lalui dengan mudah, tapi tak semudah ku menghadapi persoalan tentang perasaan mendalam ku kepada lelaki itu. Semakin hari aku semakin mengerti bagaimana perasaan dia kepada pujaan hatinya kak Niwi. Aku mengetahui semuanya karena dia yang menceritakannya sendiri. Yaa, sekarang aku sudah menjadi sahabatnya, teman dikala sedih ataupun senang dan butuh sandaran teman berbagi cerita dan bertukar pikiran. Dia menceritakan semua tentang kehidupannya, keluarganya, hingga tak ada satupun yang tak ku tau tentang dirinya. Begitu pula sebaliknya, aku menceritakan apa yang ingin aku ceritakan kepadanya.
Aku mencoba untuk selalu tabah ketika aku harus mendengar keluh kesahnya terhadap wanita pujaan hatinya itu. Aku mencoba untuk mencarikan solusi terbaik untuknya walaupun solusi itu akan membuat aku menangis ketika aku menutup teleponnya. Mencoba menjadi madu sedangkan hatiku teracuni. Haha.
Seperti sedang mendapat lotre, waktu itu hari kamis seperti biasa jam pelajaran sedang padat-padatnya. Seseorang teman sekelasku menghampiriku dan berkata.
“Kina mau ga jadi cewe gue?”
aaaaah, gila spontan banget bilangnya. Lalu aku menjawab,
“ih, apaan deh lo Dan. Jangan bercanda deeeh!”
“beneran gue ga bohong! Mau ga? Kalau ngga juga yaaa, jangan hee.”
Ku fikir-fikir ga ada salahnya dicoba sekalian aku ingin mencoba melupakan perasaan ku kepada kak Bastian yang sudah berpacaran lagi dengan kak Niwi lebih dulu 5 hari sebelum aku. Ini bukan termasuk kategori pelarian loh. Karena aku belum menjalin hubungan sebelumnya. Yaa, akhirnya aku pun menerima Dany sebagai pacar pertamaku. Pupus sudah impian menjadikan kak Bastian sebagai pacar pertamaku.
Seperti biasanya, jika ada masalah terutama tentang pasangan kami, kami selalu menyediakan waktu sebelum tidur malam untuk berbagi cerita satu sama lain, dan mencari solusinya bersama. Jika harus menangis saat itu yaa meneteslah sudah. Aku selalu mencoba menghargai seseorang yang telah menjalin hubungan yang lebih kepadaku. Walaupun ia datang disaat yang kurang tepat. Aku selalu berusaha untuk tetap menyayanginya. Tapi terkadang semua itu nihil, pikiran dan batinku selalu menuju kepada seseorang yang mengikat begitu erat.
Suatu malam, tangisku pecah meruah. Dikala aku sedang menjalin hubungan dengan orang lain dia dengan mudahnya masuk dalam kehidupanku, seakan-akan menarik ku untuk menjadi diriku yang dulu yang selalu memuja dirinya apapun yang terjadi. Tak henti-hentinya dia memberikan kenangan yang terindah untuk ku kenang. Setiap aku menghadapi masalah dia akan selalu hadir menemani ku, meluangkan waktunya untukku, bahkan kalau sempat dia bermain ke rumahku. Dan itu sudah menjadi suatu rutinitas. Tengah malam itu aku masih mengingat-ingat percakapan 30 menit yang lalu. Ada satu kalimat yang membuat hatiku tersentak. Kali ini dia yang bercerita tentang perasaanya. Sekelumit permasalahan yang mengganggu hubungannya dengan kak Niwi hingga ia berkata,
“Kin lo tau kan, gue sayang banget sama dia dan apa pun yang dia lakuin ke gue, sesakit apapun itu gue ga perduli karena gue sayang banget sama dia. Gue sangat mencintai dia bagaimanapun dia.”
“iya kak, gue tau. Dan gue pun ngerti ko. Kalau kita udah ngomongin masalah sayang, itu ga akan ada habisnya. Apapun dia, siapapun dia dan bagaimanapun perbuatannya ke kita, kita ga akan perduli dengan semua itu karena yang kita tau cuma perasaan sayang. Sayang yang tulus dan ga akan pernah bisa hilang walau di terpa apapun.” Balas ku yang mencoba untuk menghibur dirinya.
Tau kah kau kak? Apa yang kau katakan tadi semua mewakili perasaanku kepadamu, sesakit apapun aku mendengar semua ceritamu, sesakit apapun aku melihat kau bersamanya aku tak perduli karena aku tulus menyayangimu. Aku akan selalu bahagia melihat kau bahagia walaupun bukan bersama ku. Aku tetap merasakan rasa seperti ini hingga pada suatu saat aku harus mengakhiri hubungan ku dengan Dany tanpa penjelasan. Sebenarnya alasan utama aku memutuskan hal ini adalah aku tak mau membohongi dia dan tidak mau menyakitinya hanya karena aku selalu berharap pada orang lain yang tidak akan pernah ku tau dimana jawaban itu.
Hingga sekarang ini yang aku rasakan adalah sama seperti apa yang aku rasakan sebelumnya. Sekeras apapun aku mencoba untuk melupakannya maka sekeras itu pula bayangnya melekat dalam benakku. Mungkin inilah aku, yang diciptakan untuk dapat menyimpan rahasia, hingga selama dua tahun aku menyembunyikan perasaanku dari semua orang, tak ada satupun yang tau kecuali teman-teman terdekatku. Jujur aku sangat bahagia bisa mencintai seseorang seperti kak Bastian. Tapi apakah dia bahagia kenal dengan orang seperti ku yang selama ini hanya dia anggap sebagai teman pelipur lara? Entahlah, yang aku tahu hanyalah aku mencintainya dengan tulus.
* * *
Ini adalah tahun ke dua, aku tetap menyimpan semua perasaanku darinya termasuk kak Niwi yang selalu ku hormati. Namun entah kenapa aku menjadi sangat lembek dan cengeng. Hapir setiap hari aku harus meneteskan air mataku untuk menangisinya, hanya karena aku takut kehilangan seseorang yang amat berarti dalam hidupku. Entah apa yang telah ku lakukan, sepertinya semakin hari dia semakin menjauh dariku, menjauh dari kehidupanku.
Dari dulu hingga sekarang aku selalu menulis puisi tentang dirinya. Tak tau sudah berapa ratus puisi yang tercipta untuknya, mewakili semua perasaanku yang tak pernah lekang. Hingga suatu hari aku difonis oleh dokter terserang penyakit kanker darah stadium akhir. Keluargaku tak ada yang dapat menolongku dengan mendonorkan tulang sumsumnya untukku, karena yang mempunyai tulang sumsum yang cocok hanyalah ayahku yang telah tiada karena penyakit yang sama. Keluargaku hanya bisa pasrah menunggu donor yang cocok untukku. Berdoa untuk kesembuhanku.
* * *
Hari itu keluargaku amat senang karena telah menemukan donor yang cocok untukku. Sebelum aku dioperasi hari itu aku mendapat banyak support dari teman-teman terdekatku terutama kak Bastian yang datang pada hari itu tanpa di temani kak Niwi karena beritanya mereka sudah putus dua bulan yang lalu. Ya, dia lah semangat ku untuk tetap menjalani operasi ini, dan dia lah alasan utamaku untuk tetap bertahan hidup agar aku selalu melihat dia tersenyum dan selalu menghibur dia ketika dia sedih.
Entah apa yang aku pikirkan saat itu, namun firasatku kurang baik. Aku memutuskan untuk meninggalkan secarik surat di atas meja kecil di kamar biasa aku dirawat. Apakah mungkin aku kan meninggalkan semua orang yang ku sayang hari ini? Tuhan, berikanlah aku kekuatan agar aku bisa melihat mereka tersenyum saat aku meninggalkan mereka.
5 jam berlalu, dan operasi ku pun selesai, aku dinyatakan sembuh dari penyakit mematikan itu, namun memang aku ditakdirkan untuk tidak sepenuhnya sembuh. Karena sekarang aku dinyatakan cacat permanen karena terjadi maal praktek yang dilakukan tim medis saat proses operasi ku. Keluargaku akhirnya memutuskan untuk tidak menuntut pihak rumah sakit, hanya saja mereka kecewa dengan apa yang aku alami saat ini dan pasrah menerima keadaan yang ada saat ini. Hanya dukungan kasih sayang lah yang ku inginkan setiap hari. Hingga suatu ketika ibuku memberikan surat kecil itu kepada kak Bastian. Surat itu bertuliskan,
untuk kakak seniorku yang selalu ku hormati dan sudah ku anggap sebagai sahabat ku sendiri. Kak Bastian
Kak, maaf kan aku telah membohongi mu selama ini, bukan niatku untuk membohongimu. Aku hanya ingin menutupi semuanya.
Aku sangat menyayangimu dengan tulus. Jauh sebelum aku mengenal kak Niwi.
Maafkan aku telah menyukaimu.
Aku akan selalu ingin melihatmu bahagia, melihatmu tersenyum, dan melihatmu tertawa karena bahagiamu adalah bahagiaku juga walaupun tidak bersamaku.
Aku akan selalu tersenyum untukmu walaupun kau tak akan pernah lagi melengkungkan senyummu untukku.
Setelah membaca surat itu, dia menghampiri ku dengan mata berkaca-kaca, aku fikir dia akan mengatakan sesuatu yang akan membuatku bahagia. Namun dia bilang,
“maaf Kina, coba lo bilang hal ini dari dulu. Gue ga akan ganggu hidup lo dan gue ga akan ngebuat lo menyimpan perasaan begitu dalam selama ini. Gue tau hal terbaik apa yang harus gue lakuin sekarang. Gue ga akan nemuin lo lagi dan ga akan ngehubungin lo lagi, ini permintaan ibumu. Dia ga mau ngeliat lo nangis lagi hanya gara-gara gue. Jadi jangan pernah nyari gue lagi. Karena gue akan pergi sejauh mungkin. Maaf.”
Aku hanya bisa menangis saat itu, karena aku tak dapat bicara dan bergerak terlalu banyak. Semua ketakutan ku selama ini menjadi kenyataan. Aku berusaha menutupi semua perasaanku karena aku takut bila nanti, jika ia tau semaunya ia akan pergi menjauhiku dan meninggalkanku. Aku tak mau kehilangan dia yang ku sayangi, apa lagi dengan kondisi ku saat ini. Aku cacat, dan aku akan semakin terpuruk jika dia meninggalkan ku saat ini. Berharap setelah dia membaca surat itu dia akan mengerti akan perasaan ku tapi ternyata tidak. Dia menyakitiku lebih dari yang ia lakukan selama ini. Namun, apalah arti tersakiti. Seberapapun kau menyakitiku, dan siapa pun kamu, aku akan selalu menyayangimu hingga akhir hayatku karena aku menyayangimu tulus. Tulus dari hatiku yang terdalam, kak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar