Kini pelangi tak lagi berwarna
Pudar sudah, kelam sepertinya
Api tak lagi terasa membara
Padam sudah, lebur dalam dada
Langit tak kunjung membiru setelah kelabu
Pupus sudah, matahari malu
Asaku tak lagi ada
Kini menyatu dengan duka
Separuhnya hilang terbawa olehnya
Separuh yang lain ku biarkan begitu saja
Tiada semangat yang menyengat
Mentari tak lagi hangat
Aku yang membuat luka, namun dia yang menyayat
Selamat! Kini ajal semakin mendekat
Cukupi saja! Aku lelah
Lukaku kian parah
Darah sudah tak lagi merah merekah
Sungguh, aku ingin beranjak dari sini
Tempat yang sudah membuatku menanti
Selama ini, hanya di sini
Luka ini, pedih ini, sesakit ini
Dia tak kunjung datang, tak datang, dan tak akan pernah datang
Hingga fajar menjelang
Aku rela
Meskipun terluka
Karena dia
Karena hadirnya
Sabtu, 29 September 2012
Rabu, 26 September 2012
Melodrama Realita
Tidak perlu memejamkan mata
Kini kita sudah ada dalam mimpi belaka
Mimpi ketika mata terjaga di dunia yang nyata
Dunia yang menggoda tanpa putus asa
Terbang ke sana ke mari sang penebar janji kedamaian
Berhembus memasuki relung-relung keramaian
Terbawa olehnya seonggok kemunafikan
Hai Saudara!
Sadarkah kalian?
Kini kita sedang dibuai oleh pesona dunia bertahtakan kepalsuan
Para penguasa kini hidup untuk dirinya sendiri
Yang berkuasa kian berlaga
Yang tertindas semakin sengsara
Dan yang terpana hanya diam saja
Pucuk daun mana yang masih hijau?
Hulu sungai mana yang masih jernih?
Tanah air kita tanah surga katanya,
Namun pelahan kian menjadi neraka nyatanya
Salah siapa?
Hai Manusia!
Berkacalah!
Renungkanlah!
Dan Bertindaklah!
Kini kita sudah ada dalam mimpi belaka
Mimpi ketika mata terjaga di dunia yang nyata
Dunia yang menggoda tanpa putus asa
Terbang ke sana ke mari sang penebar janji kedamaian
Berhembus memasuki relung-relung keramaian
Terbawa olehnya seonggok kemunafikan
Hai Saudara!
Sadarkah kalian?
Kini kita sedang dibuai oleh pesona dunia bertahtakan kepalsuan
Para penguasa kini hidup untuk dirinya sendiri
Yang berkuasa kian berlaga
Yang tertindas semakin sengsara
Dan yang terpana hanya diam saja
Pucuk daun mana yang masih hijau?
Hulu sungai mana yang masih jernih?
Tanah air kita tanah surga katanya,
Namun pelahan kian menjadi neraka nyatanya
Salah siapa?
Hai Manusia!
Berkacalah!
Renungkanlah!
Dan Bertindaklah!
Minggu, 09 September 2012
GDB
Bayangkan
Saja
Ketika
Waktu Tak
Lagi
Terbatas
Dan
Ruang
Tak Lagi
Terhalang
Bahagiakah?
Mungkin hanya pada posisiku
Tidak
Baginya.
Saja
Ketika
Waktu Tak
Lagi
Terbatas
Dan
Ruang
Tak Lagi
Terhalang
Bahagiakah?
Mungkin hanya pada posisiku
Tidak
Baginya.
Langganan:
Komentar (Atom)